Rss Feed
  1. Menghadirkan Yang Lain, Menghadirkan Diri

    Tuesday, September 3, 2013



    Seringkali yang kita butuhkan bukanlah pembicaraan yang penuh tanggapan, tapi sekedar kehadiran. Baik kehadiran itu adalah kehadiran secara lansung atau ditengahi oleh sesuatu. Apakah ia hadir di hadapan atau di dalam pikiran. 

    Hadir tidak harus berbicara, walau acapkali kita ajak bicara. Orang-orang yang kita sayangi sering menuntut agar mengabari, bahwa kita masih ada. Para guru dan dosen seringkali tidak mempersoalkan peserta didiknya berbicara atau tidak, yang penting hadir mengisi absensi. Para penganut agama tidak mempersoalkan Tuhannya membalas atau tidak, yang penting Ia dihadirkan. Para pengagum tokoh menghadirkan foto atau buku di kamarnya, para pacar menghadirkan pacarnya melalui benda-benda hadiah. Kehadiran yang lain, lansung atau dimediasi, dihadapi atau dihadirkan, menjadi penegas. Menjadi pengakuan pada diri, bahwa kita ada. Seperti kebutuhan kita pada cermin, kita tidak benar-benar merasa ada tanpa kehadiran yang lain. 

    Kita ada karena keberadaan yang lain. Dan kegelisahan atau keresahan sering menarik kita ke dalam keterasingan. Menyendiri. Tidak harus secara nyata, tapi juga pikiran yang menyendiri. Tubuh dimana, pikiran dimana, tidak ada bersama. Semakin jauh kita dari kehadiran yang lain, semakin kita merasa tidak ada di dunia, semakin merasa tidak hidup. Kehadiran yang lain dapat membantu untuk menyatukan kembali tubuh dan pikiran, sekalipun kesatuan itu tidak lantas menyelesaikan kegelisahan.

    Setidaknya, menjadi hadir, menjadi eksis, ada kepercayaan diri untuk mengatasi kegelisahan. Sebab, kehadiran yang lain bisa menjadi energi, inspirasi, atau bahkan menjadi alasan untuk bertahan.

  2. 0 comments:

    Post a Comment