Sudah sejak lama saya hampir melupakan kalau yang namanya
televisi itu merupakan salah satu teknologi yang populer selain telepon
genggam. Ah, saya hampir melupakan keduanya juga. Satu-satunya media massa yang
masih suka saya baca adalah koran. Kebetulan, tadi pagi saya membaca sebuah
koran ternama. Tidak usah saya sebutkan namanya. Membaca itu, jadi ingin
membuat tulisan yang agak serius. Tulisan ini saya bagi menjadi 2, agar tidak
terlalu panjang. hehe
Setelah membaca halaman depan, opini membaca, membaca
sedikit perkembangan rupiah, saya beralih ke berita internasional. Suriah masih
menjadi topik favorit ternyata. Rencana serangan Amerika, persiapan Assad
beserta sekutunya Iran dan Rusia. Ah, kenapa masih perang saja yang suka kita
bicarakan di media. Berita itu masih ditambah lagi dengan serangan militer Mesir
ke Gurun sinai. Apakah ini perang dunia ketiga? saya segera beralih ke halaman
berikutnya. Perhatian saya tertuju pada 2 artikel yang berurutan ke bawah di
kolom sebelah kiri halaman.
Judul artikel pertama, Serbuan MNLF, Ribuan Orang
Mengungsi
Dalam berita itu diberitakan: 6 orang tewas, 30 warga, 1500
orang mengungsi. itu tulisan di kalimat pertama. tidak usah dianalisis dulu. saya melanjutkan ke paragraf berikutnya.
‘Ratusan pemberontak
tiba-tiba menyerbu...’ seandainya anda seorang petarung sejati, anda tidak akan
tiba-tiba saja menyerang. Eh, bukan, menyerbu. Tiba-tiba saja menyerbu
menimbulkan konotasi bahwa itu adalah sebuah tindakan agresif yang sama sekali
tidak fair, nggak gentle, kata anak-anak muda. Apalagi itu adalah
sebuah serbuan, sebuah tindakan yang membabi-buta.
Mereka adalah pemberontak. Seandainya pembaca adalah seorang
nasionalis, ia akan sepakat agar pemberontak ini diberantas. Pemberontakan membuat
kondisi negara menjadi tidak aman. Jadi, terlepas apapun latar belakangnya,
mereka tidak boleh dibiarkan.
‘peristiwa ini membuat walikota....memerintahkan semua
sekolah, pertokoan, perkantoran, dan bandara ditutup,’ jika ini membuat
otoritas memberi perintah untuk menutup semua institusi pendidikan, ekonomi,
dan transportasi, berarti ini adalah ancaman serius. Ancaman serius ini
ditegaskan semakin ditegaskan dalam kesaksian walikota,”warga ketakutan dan
meninggalkan rumah mereka”. Saking seriusnya, juru bicara kepresidenan ‘mengecam’
lalu ‘mengutuk’ bahkan ‘akan memberantas’. Memberantas? Seperti kecoa, ia harus
diberantas karena sangat menganggu dan dapat menimbulkan penyakit. Bukankah begitu
konotasi dari kata ‘berantas’?
Ini belum selesai. Pada paragraf ke-sebelas, artikel ini
menjelaskan apa itu MNLF. ‘MNLF adalah gerilyawan muslim yang menginginkan otonomi
Islam merdeka di Filipina....150.000 orang tewas akibat ulah mereka.’ Ulah? Apa
tidak lebih baik membuat kalimat semisal,”pemberontakan ini telah menimbulkan
korban jiwa sebanyak 150.000 orang.” Lebih netral bukan? Ulah itu berhubungan
dengan tindakan emosional, tanpa pikir panjang, sia-sia, dan menimbulkan
kerugian bagi orang lain. Dan yang ‘berulah’ itu adalah muslim.
Hmm, barangkali memang tindakan MNLF itu pantas disebut ‘ulah’.
Buktinya pada paragraf berikutnya disebutkan ‘membentuk daerah otonomi khusus
muslim di wilayah yang mayoritas warganya pemeluk katolik roma.” Egois bukan? Kekanak-kanakan.
Udah tahu minoritas masih saja ingin membuat daerah otonomi. Nggak tanggung-tanggung,
otonomi Islam. Hehe
Kita belum berhenti. Di paragraf selanjutnya disebutkan “penyerangan...adalah
pesan..bahwa perjanjian perdamaian...tidak menjamin perang akan berhenti”
semakin jelas, MNLF adalah gerilyawan yang isinya muslim yang egois. Udah ada
perjanjian damai kok masih terus saja ingin perang.
Di paragraf terakhir ditampilkan kutipan perkataan dari
Banlaoi, Direktur Eksekutif Keamanan Filipina,”itu akan terus terjadi sampai
keinginan Misuari mendirikan negara Islam di Filipina terpenuhi,” loh, ini kok
malah nggak konsisten? Tadi di awal cuma daerah otonomi Islam, kok di akhir
tiba-tiba jadi negara Islam. Wah, ini berarti MNLF memang punya rencana jangka
panjang untuk menjadikan Filipina sebagai negara Islam.
Egois, kekanak-kanakan, brutal, menakutkan. Barangkali itu
yang saya tangkap dari artikel tersebut mengenai MNLF. Yah, orang lain boleh
punya pendapat berbeda. ini cuma analisis amatir kok. Hehe. Yang jelas, MNLF
itu isinya Muslim. Dan perlu dicatat, kata islam atau muslim itu diulang 4 kali
dalam 5 paragraf terakhir. Mubazir menurut saya, tidak efektif.
Ini cuma spekulasi saya saja, bisa benar-bisa tidak. Mudah-mudahan
saja salah. Pembaca koran itu adalah orang Indonesia. Isu mengenai negara
Islam, perda Syari’ah, Khilafah masih cukup marak disini. Apabila berita
semacam itu terus ditampilkan. Secara psikologis ia akan membekas, mengenai
gambaran muslim yang egois dan brutal untuk mendirikan negara Islam. Itu menakutkan,
dan dikhawatirkan akan menaikkan sentimen negatif terhadap Islam.
Saya adalah seorang rasional, dan berusaha menjaga
netralitas dalam analisis. secara tidak sadar mungkin saja apa yang saya tuliskan di atas juga merupakan
dorongan psikologis karena saya seorang muslim. tapi saya sudah berusaha menekan itu. tulisan ini adalah tulisan spontan, tidak terencana. So, kalau ada yang nggak
sepakat, silahkan kritik tulisan ini. Kalau mau analisis sendiri, nanti bisa
kita diskusikan. Pada tulisan kedua saya akan perlihatkan, bahwa kata yang diulang
4 kali pada artikel pertama, hanya disebutkan sekali pada artikel kedua. Sementara
‘sinonim’ yang digunakan adalah ‘minoritas’, dan itu diulang 3 kali. Letaknya tepat
dibawah artikel pertama. Pada artikel pertama, muslim adalah penyerang. Sedangkan
pada artikel kedua, muslim sebagai korban.
Wassalam.
0 comments:
Post a Comment