Rss Feed
  1. MEMILIKI KEHILANGAN

    Wednesday, December 26, 2012



    Aku lagi senang dengerin lagunya letto yang berjudul “memiliki kehilangan”. Nggak tahu kenapa, seperti beberapa orang akhir-akhir ini mengarahkan aku untuk mendengarkan lagu-lagu Letto. Ternyata menarik juga. Lagu-lagu easy listening, liriknya pendek-pendek, dan yang terutama maknanya benar-benar “dalam”. Kalau sudah begini jadi teringat sama Sheila On 7, yang juga menggunakan permainan-permainan kata yang rumit, penuh kejutan. Kebetulan aku juga lagi senang dengerin lagunya So7 yang berjudul “Pasti Ku Bisa”.

    Setelah entah berapa puluh kali aku mengulang-ngulang lagu memiliki kehilangan-nya Letto ini, aku jadi teringat sama e-mail yang dulu pernah ku kirimkan ke seorang teman di bandung tahun 2008, tepatnya 17 juni 2008. Dia adalah seorang teman dunia maya, kenal di Friendster (sebelum Facebook dan Twitter tenar di indonesia, J). Waktu itu dia baru saja putus sama pacarnya yang katanya, dicintai setengah mati, hehe..dan kebetulan aku juga baru saja memutuskan hubungan dengan seseorang yang waktu itu kupikir akan kunikahi (kok malah curhat?). Tapi whateverlah...namanya juga anak muda, mikirnya nggak panjang. Masa lalu tinggal masa lalu, hidup hari ini yang mesti dinikmati.

    Sewaktu dia putus itu, setiap hari dia selalu saja sms aku. Curhat. Dari sms-smsnya akhirnya aku menyimpulkan, dia tidak rela kehilangan mantan pacarnya itu. Aneh, padahal dia yang memutuskan hubungan, kok malah dia yang nggak rela. Kemudian, aku mencoba merefleksikannya ke diriku sendiri. Aku juga merasa kehilangan. Tapi, kok nggak segitunya ya..maksudku, rasa sakit itu ada tapi aku tetap sadar, dan siap untuk kehilangan. Setelah berpikir beberapa hari..akhirnya aku berhasil membuat satu tulisan yang akhirnya aku kirimkan ke dia. Menurutku, kesimpulan yang aku dapatkan benar-benar mirip dengan lirik lagunya letto itu, sekalipun dalam bahasa yang berbeda.

    “rasa kehilangan hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya (kata Letto). Kau hanya merasa kehilangan sesuatu itu ketika kau telah memiliki ide tentang sesuatu itu, kau telah mengenalnya, bahkan kau telah terbiasa dan telah terlibat secara emosional, bahkan mungkin saja kau telah sangat tergantung dengannya. Rasa kehilangan itu wajar, karena manusia adalah makhluk yang cenderung ada didalam zona aman dan nyaman. Sehingga ia sering merasa tidak siap ketika menghadapi sesuatu yang baru, kecuali orang-orang yang memang mengorientasikan dirinya untuk perubahan. Maka yang terpenting adalah bagaimana cara untuk menyikapi rasa kehilangan itu dengan wajar pula, tanpa harus terpuruk dan kembali bangkit untuk menghadapi apa yang ada di depan mata. (kata-kataku).”

    Apakah rasa kehilangan itu ada hubungannya dengan cinta? Aku juga tidak tahu. Aku saja belum bisa mendefinisikan dengan baik apa itu cinta, setelah setahun lebih berpikir tentang makna kata itu. Barangkali ada hubungannya, namun seberapa jauh ia berhubungan, aku juga belum tahu. 

    Selama ini aku mengenal 2 konsep cinta, satu versi Sumatera dan satu lagi versi Jawa:

    1.       Cinta pandangan pertama, seperti pantun:
    Dari mana datangnya lintah
    Dari sawah turun ke kali
    Darimana datangnya cinta
    Dari mata turun ke hati

    2.    Cinta karena terbiasa, seperti pepatah: witing trisno jalaran soko kulino (rasa senang itu muncul karena terbiasa).

    Perbedaan dalam memaknai konsep cinta itu barangkali akan mempengaruhi hubungan antara kehilangan dengan cinta. Nah, dalam tulisanku dulu aku masih memaknai cinta dalam makna pandangan pertama. Maklum, aku belum terlalu mengenal nilai-nilai jawa pada waktu itu. 

    Untuk perbandingan disini aku tampilkan lirik lagu letto yang berjudul “memiliki kehilangan”:

    Tak mampu melepasnya walau sudah tak ada
    Hatimu tetap merasa masih memilikinya
    Rasa kehilangan hanya akan ada
    Jika kau pernah merasa memilikinya

    Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
    Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
    Rasa kehilangan hanya akan ada
    Jika kau pernah merasa memilikinya

    Dan ini potongan dari tulisanku dulu itu:

    "Kehilangan, kayaknya kata itu baru aku ucapin hari minggu lalu. Aku heran, kenapa sih kita seringkali merasa sedih dengan kehilangan itu? Pertanyaan yang cukup menggoncangkan ruang berpikirku. Mungkin  seperti gempa 5 SR.

    Rasa sedih pun harus aku batasi dulu, apa benar aku merasa sedih karena kehilangan? Sedih itu kata macam apa, tapi sulit memang melukiskan apa seperti itu sedih, karena kondisi emosional seperti itu memang sulit untuk diketahui secara objektif. Whateverlah, poin pentingnya tidak disana untuk saat ini.

    Kenyataannya ketika kita kehilangan, pasti ada yang ganjil di dalam diri kita. Ada semacam ungkapan implisit di dalam batin kita untuk mengatakan, "aku tidak bisa menerima keadaan ini." kehilangan apapun itu, bahkan ketika kita kehilangan uang 1.000 rupiah sekalipun, semuanya tergantung dari seberapa berharga dan seberapa pentingnya sesuatu itu untuk kehidupan kita.

    Apa yang kira-kira penyebabnya? Aku memikirkan ini tadi malam, semalaman. Aku berharap dengan munculnya pemahaman ini apa yang aku lakukan bisa aku tolerir. Apa karena ini rasa cinta kita kepada sesuatu itu? Seseorang yang terlalu mencintai hartanya bisa saja bunuh diri ketika seluruh hartanya dirampok orang lain. Orangtua yang mencintai anaknya akan melakukan apa saja ketika tahu anaknya diculik. Tapi kenyataannya tidak selalu begitu bukan? Bahkan ketika pergi dari kampung halaman untuk waktu yang lama kita, biasanya kita merasa tidak siap ketika kita menemui suasana baru, apalagi kita tahu bahwa suasana ini akan berlansung dalam waktu yang lama. Tapi mungkin seseorang yang cinta bertualang seperti bangsa nomad akan merasa ada sesuatu yang hilang ketika dia harus membuat pemukiman dan hidup secara mapan.

    Memang menurutku, rasa cinta bukanlah satu-satunya alasan seseorang untuk merasakan keganjilan di dalam dirinya ketika ia kehilangan. (ini gagasan yang sepertinya perlu aku revisi..)

    Pertama sebelum kita melangkah lebih jauh, tentunya contoh-contoh diatas merupakan bentuk-bentuk kehilangan yang berbeda-beda. Kehilangan itu terjadi ketika seseorang tidak lagi bersama dengan apa yang selama ini bersama dengan dia. Jika tadi saya menawarkan intensitas kehilangan tergantung dari seberapa berharga dan seberapa pentingnya sesuatu untuk kita. Sekarang kita tambah dua lagi seberapa dekat kita (secara emosional) dan seberapa lama kita telah bersamanya.  Tapi memang dua yang terakhir inilah yang sering membuat kita merasa sesuatu itu berharga atau tidak, penting atau tidak
    .
    Semakin lama aku merenung semakin jauh pula aku pemikiranku tentang kehilangan ini. Ternyata kita selalu kehilangan! Kita selalu kehilangan  salah satu hal yang paling berharga di dalam hidup ini. Tapi sayangnya kita jarang mau menyesalinya. Kita selalu kehilangan waktu, setiap detik yang bergulir, maka detik sebelumnya akan hilang. Mungkin itulah kenapa ada pepatah "waktu adalah uang" di barat dan “waktu itu ibarat pedang” di bangsa arab. Kita sering disuruh untuk selalu introspeksi agar kita bisa menarik hikmah dari waktu-waktu yang terbuang. Kehilangan waktu inilah yang juga membuat kita selalu kehilangan. Jadi kehilangan adalah hal yang wajar di dalam hidup kita. Kita tidak pernah bisa mengulang segala peristiwa yang terjadi di masa lalu, sehingga apa yang terjadi di masa lalu adalah hal yang mutlak dan tak bisa diulang kembali. Sekalipun kita mengulang peristiwa di tempat yang sama dengan "keadaan" yang sama, tapi tidak pernah benar-benar sama. Setiap saat kita selalu memulai babak kehidupan yang baru. Setiap saat kita selalu berubah. Apapun yang terjadi di masa lalu bukan untuk di sesali, tapi untuk direnungi, mengambil pelajaran dari sana, sehingga kita bisa menjadi orang yang lebih bijaksana dalam menghadapi masa depan. Experience is the best teacher

    Tapi kita belum benar-benar menjawab, apa penyebab munculnya rasa ganjil ketika kehilangan?. Ada kasus menarik, seorang anak yang mengatakan bahwa dia benci ayahnya ketika dia akan ditinggal ayahnya yang akan pergi dinas untuk beberapa lama.  Anak itu mengatakan bahwa dia akan bunuh diri, dia tidak mau makan, dia tidak mau didekati siapapun pada saat itu. Ternyata ketika ayahnya benar-benar pergi semua yang menjadi ancaman di awal tidak terjadi. Mungkin ada keterlibatan kasih sayang di sini. Tapi mungkin sesuatu yang lain mendapatkan bagian. Aku pikir, kita merasakan ganjil dan merasa tidak ingin kehilangan itu muncul ketika kita telah memiliki ide tentang sesuatu itu, kita telah mengenalnya, bahkan kita telah terbiasa dan telah terlibat secara emosional. Dua orang musuh bebuyutan akan merasa kehilangan ketika salah satunya hilang atau pergi, sekalipun ada kelegaan di sana. Kelegaan itu yang menjadi tujuan utama dia, tapi dia tidak bisa memungkiri bahwa dia akan tetap merasa kehilangan.

    Waktu memainkan peranannya dalam rasa kehilangan ini. Waktu terus berubah dengan cepat. Akan tetapi apa yang kita ketahui tentang masa lalu tetaplah tidak pernah berubah. Ide kita, pengetahuan kita tentang sesuatu atau seseorang tidak akan pernah berubah dan dilupakan. Tidak akan mudah untuk dilupakan. Karena dia sudah menjadi bagian dari ketidaksadaran kita (jika kita setuju dengan teori ini)."

    2011

  2. 0 comments:

    Post a Comment