Rss Feed
  1. Membaca Kembali Pedagogi Pengharapan (2)

    Thursday, December 26, 2013

    Pedagogi pengharapan...buku ini ditulis dengan amarah dan cinta kasih. Tanpa hal ini tidak ada pengharapan. Buku ini dimaksudkan sebagai pembelaan atas sikap toleran-jangan dikacaukan dengan sikap berkomplot- dan sikap radikal.
    (Paulo Freire, Pegagogi Pengharapan)


  2. Saya berpengharapan bukan karena sikap keras kepala, melainkan karena keharusan eksistensial, konkret.
    (Paulo Freire)

  3. Kita memang kadang lemah, bukan berarti tak berdaya. Kita hanya bisa berusaha.
    Kita memang kadang resah, bukan berarti hati tak tenang. Kita hanya bisa berdoa.
    (Jamica, Jangan Anggap)

    Paulo Freire. Rasanya, berkali-kali saya harus mengungkapkan bahwa saya begitu mencintai pria ini. Saya merasakan ikatan emosional melalui keserupaan pengalaman-pengalaman dan harapan-harapan. Saya tidak pernah bertemu dengannya. Dia pun telah meninggal dunia. Saya hanya ‘berdialog’ dengannya melalui buku-bukunya. Setiap kali saya membaca ulang, serasa saya mendengarkan lansung suara dan emosi yang keluar darinya.

  4. Masih

    Sunday, December 22, 2013

                     -mamak

    aku masih tapak kecil
    sewaktu dulu pernah lari dari delikanmu
    dengan tulang punggung retak
    berjuang tegak

    sebelum tidur, masih kulagukan nina bobo
    yang kau ajarkan
    ‘tuk kenangkan dongeng lelaki
    yang menjelma pada separuh tubuhku,

    setelah itu padanya ‘kan kusuguhkan
    bunga yang kau tanamkan di separuh tubuhku lagi

    grafiti mimpimu masih tercoret di dinding pikiran
    tak pernah rapuh, parau, dan keriput seperti tubuhmu
    tentang anak yang tak lupa guna tangan dan kakinya
    pada duri tumbuh di genangan air mata tepian jalan

    Masih.
    (seperti kata Gandhi, "kepada para paria dan kaum perempuan")

    aku masih tahu rindu apa
    yang harus kuadukan di buku harian
    dan kuceritakan pada layar komputerku

    itu seperti tumis kangkung dan sambal tempe

    aku masih tahu marah apa
    yang harus kusampaikan pada kafan
    dan katanya ingin kau jadikan selimut tidurmu

    itu seperti saat mereka ingin jadikan rumah untuk penjara-kuburan

    bila kau resah
    bengkel sepeda onthel di pojok barat sawah,
    warung sederhana di samping rumah sakit swasta,
    dan perempuan tua di emperan Gardena,
    aku selalu mencintainya

    aku pun masih orang asing
    yang tak berarus laju kendaraan di jalur satu arah
    jangan lagi air mata, aku masih pasti jalan pulang:
    Rahimmu


    Yogyakarta, 22 Desember 2013

  5. Istirahat Musim

    Wednesday, December 18, 2013

    Lelaki timur hendak mengail ikan
    Dengan nyaman yang masih membatu
    Tak siap dengan perubahan cuaca

    Tapi musim tidak pernah pasti
    Hujan kering, hidup terus dijalani
    Kereta pasti datang
    Entah siapa yang menumpang

    Pelupuk terbuka dan ceria masa muda
    Sesaat lalu matahari menyingsing
    Tanya itu pasti bila ramalan sudah terpenuhi
    Sebab daun segar pun sering gugur oleh satu tanya

    Tak soal betapa dahaga sudah tergesa
    Rindu memang terik
    Biar benih kecil itu tumbuh siap berbuah
    Rimbunnya pohon lebih tahu menata angin

    Setelahnya biarlah ia menolak
    Selama senyum masih melingkari pundak harinya

    Selalu ada segelas kehangatan tersisa di setiap musim gelisah

  6. Memilki Kehilangan (Pt. 4)

    Saturday, December 14, 2013

    Perlunya Kehilangan
    Kawan, lebih dari 2,5 bulan yang lalu aku membiarkan bagian akhir dari tulisan ini tidak rampung. Rampung? Apa ada yang rampung soal kehilangan? Aku bahkan tidak yakin apakah rasa kehilangan dan kehilangan sendiri akan pernah berakhir. Aku bahkan belum yakin tulisan ini akan selesai dimana. Barangkali disini atau dilain hari.

  7. Ciu

    Wednesday, December 4, 2013

    Sartono punya sebuah moto hidup,’Sekali ciu selamanya tetap ciu’. Tiada hari tanpa ciu. Tidak ada hidup tanpa ciu.