ingatkan aku apakah
tatapan itu pernah ku temukan
di tengah genangan saat rembulan purnama
atau di kaki bianglala bila hujan telah reda
di matamu aku membaca kalimat
rangkaian kata yang tak jera
aku tafsirkan hingga detak jam berpisah
dari telinga, seperti kopi yang kau hidangkan
bersama senyuman saat malam mendendangkan
lagu kesunyian
gantungan kunci bentuk hati itu sempat
menjadi selimutku, walau tak cukup ampuh
menjimati hantu di matamu yang selalu
muncul dalam siluet di lukisan kepalaku
dimatamu aku hampir melihat:
seluruh tentara kehilangan senjata,
bila saja aku tak lelah menatap cahaya
yang terus menghangat di rongga dada,
inginku angkat suara yang kemarin tenggelam
dalam kepengecutan
biar jelas mengapa merdeka selalu didamba
aku seperti ikan di dalam akuarium
sementara kau lapisi matamu dengan senyum ranum
yang tak mungkin aku sapa dengan bahasa manusia
sebab aku bukan petarung yang tak suka mengalah
pada masa yang mendesak kita membuat rencana
aku tak tahu apakah
aku dan kau akan menjadi frasa
atau bahkan akan menjadi sebuah lema:
kita
dimatamu aku membaca sebuah refrain:
ingatkan bila aku salah membaca
madah yang kau isyaratkan pada jelaga
barangkali aku terlalu hitam
untuk dapat melihat mata
0 comments:
Post a Comment