Rss Feed



  1. "Bagi saya cinta hanyalah alusinisasi tak ada yang semu,"
    (Vicky Prasetyo) (4)

    Ibu saya suka menonton variety show New Eat Bulaga. Tidak tahu sejak kapan, sekarang kan ada Vicky di dalamnya tuh. Sebenarnya nggak cuma di acara itu aja sih. Entah bagaimana Vicky sekarang jadi selebriti dengan imej lebih positif, padahal baru aja dia dipojok-pojokkan sama media. Beberapa kali dia sempat nampang di entertainment news di beberapa channel Tv Nasional. Durasinya lumayan panjang, satu segmen. Menurut saya satu segmen berita menunjukkan tuh artis lumayan terkenal. Dia juga kayaknya ada di Pesbuker (mungkin dikontrak Anteve kali, ya) dan Indonesia Lawak Klub.

    Untuk merefresh lagi ingatan kita tentang bagaimana nama Vicky Prasetyo mencuat, coba baca berita ini: "Kontroversi Hati" dan "Konspirasi Kemakmuran" ala Vicky Prasetyo"

    Saya geli campur aneh tiap kali denger dia ngomong. Kalau harus jujur sih, muak. Tapi mau bagaimana, remote control televisi hampir selalu dipegang sama tuan atau nyonya besar di rumah, jadi pasrah aja. Ibu sama bapak saya sih nganggapnya keren (sepenangkapan saya begitu). Mereka malah pernah komentar, "Dia kalo ngomong memang pintar." Pintar dari Hongkong? 

    Iya juga sih, ia emang pinter ngomong, kalau pintar ngomong diartikan pandai berkelit. Tapi kalau membuat kalimat bermakna dengan kata yang tepat, khususnya dengan kata-kata tingkat dewa, sori bro, Anda sama sekali tidak qualified masuk ke dalam jajaran dewa di menara gading. 

    Untungnya muak saya tidak semuak saat mendengar para pejabat yang kelit sana kelit sini menghindari pertanyaan wartawan. Saya malah ingin sekali berguru kepada vicky kalau ternyata ia memang sengaja membuat cara berbicara semacam itu. Berdasar pengetahuan saya sebagai sarjana sastra, kemampuan vicky itu sangat langka. Kok sangat langka? Untuk itu, saya harus membawa kita ke dalam sebuah pelajaran bernama sosiolinguistik. Kalo nggak tahu apa itu sosiolinguistik, nanya aja sama mbah google. 

    Saya akan singgung beberapa hal yang berhubungan, seperti dwi/multibahasa, Peminjaman kata dan perpindahan kode, dan laras.

    Apa sih dwi/multibahasa?

    dwibahasa atau multibahasa merupakan kondisi seseorang menguasai beberapa bahasa. Kalo dia menguasai dua bahasa disebut dengan dwibahasawati/wan, misalnya bahasa Indonesia dan Inggris. Kalo dia menguasai lebih dari dua bahasa disebut multibahasawati/wan, misalnya Indonesia, Jawa, Batak, Inggris, dan sebagainya. Jadi, bisa dikatakan kebanyakan kita memiliki kemampuan dwibahasa, sekalipun satu bahasa nasional dan satunya lagi bahasa daerah. 

    Orang dwibahasa biasanya akan melakukan peminjaman kata (borrowing) atau perpindahan kode (codeswitching). 

    Apa itu peminjaman kata dan perpindahan kode?

    Salah satu yang menjadi perhatian utama sosiolinguistik adalah bahasa ujaran. Bahasa ujaran maksudnya adalah bahasa omongan, bukan tulisan. Orang dwibahasa biasanya akan mencampur-campur bahasa dalam ujarannya. Misalnya:

    1. Mas nang ngendi? aku tadi ke rumahmu. Kamu nggak ada.
    kalimat di atas mencampurkan bahasa jawa dengan bahasa Indonesia. Kita bisa sebut dia dengan 'perpindahan kode', karena orang yang ngomong (baca: penutur) memindahkan atau mengubah satu kode satu bahasa ke kode bahasa lain. Dari 'mas nang ngendi' (Jawa) ke 'aku tadi ke rumahmu...' (Indonesia).

    2. Aku lagi nggak kehilangan mood
    Kalimat di atas mencampurkan bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Karena hanya ada satu kata bahasa Inggris di sana, kita anggap dia sebagai peminjaman kata, sebab orang yang ngomong meminjam kata bahasa Inggris 'mood'. Kata 'mood' sebenarnya bisa kita ubah dengan istilah 'suasana hati'

    Nah, sekarang kita terapkan ke cara berbicara Vicky, apakah vicky menggunakan perpindahan kode atau peminjaman kata? Tidak dua-duanya. Vicky memang menggabung-gabungkan kata-kata yang asing di telinga orang, tapi dia hanya menggunakan satu bahasa. Bahasa Indonesia. Kadang-kadang ia memang memindahkan kode, misal: 29 my age. Tapi itu nggak perlu dianggap, karena cuma sesekali. 

    Kita akan berhubungan dengan istilah lain. Istilah itu adalah laras.


    Apa sih laras itu?

    Pernah ngadepin hal seperti ini: Kamu lagi jalan sama teman yang seneng bola. Kamu nggak suka bola. Eh, dianya ngajak nonton bareng. Waktu lagi nonton bareng mereka ngobrol. Karena kita nggak tahu apa-apa soal bola, akhirnya orang paling asing di dunia. Malah sampe ngerasa diremehkan, berpikir "Emang aku dari planet Mars apa?"

    Nyantai, nggak usah dibawa ke hati. Itu wajar. Kita sedang berhadapan dengan laras. Nggak usah ngebayangin yang aneh-aneh, seperti cewek cantik berbodi aduhai. Laras itu istilah dalam kajian bahasa. 

    Dari satu tulisan yang saya baca, ditulis sama Lewandowski, laras itu:

    Registers are sets of language items associated with discrete occupational or social groups. Surgeons, airline pilots, bank managers, sales clerks, jazz fans, and pimps employ different registers.

    artinya dikira-kira:

    Laras merupakan sekumpulan item bahasa yang berhubungan dengan pekerjaan atau kelompok sosial yang berbeda-beda. Dokter beda, pilot, manajer bank, pegawai sales, fans musik Jazz, maupun calo, masing-masing memiliki laras sendiri-sendiri. 

    Gampangnya begini, pernah liat orang di televisi lagi debat politik tapi kita suka bingung dia ngomong apa? Atau ngeliat aktivis mahasiswa koar-koar di tengah jalan saat demo, tiba-tiba kamu berpikir "What the hell they are talking?" Nah itu karena laras kita beda sama laras yang lagi debat atau koar-koar, makanya sama sekali nggak ngerti. Atau tahu bagaimana cara menirukan kata-kata dan cara ngomong reporter dan pembawa berita di televisi? Nah, itu juga namanya laras. Terus gimana kalo kita pake cara ngomong reporter dan pembawa berita di kehidupan sehari-hari? Aneh, orang malah ketawa. 

    Yang kuliah, coba deh anak sastra dengerin anak farmasi lagi ngomong soal kuliahnya. Padahal masi pake bahasa Indonesia juga, tapi ya kok roaming abis. Kalau kita nggak tahu sama sekali dengan sebuah laras yang terjadi cuma satu, bengong. Sama seperti kita bengong ngeliat orang ngomong pake bahasa Inggris. 

    Apa yang membuat saya geli melihat Vicky karena ia menggunakan kata dari laras berbeda, mencampuradukkannya, menggunakannya dalam situasi yang sama sekali nggak tepat. Okelah, kamu terpesona dengan omongan dia. Ngerti nggak? Zaskia Gothik menjawab, tidak. Sama, saya juga tidak mengerti. Ini contoh beberapa laras yang ia gabung-gabungkan:


    • metafora: sastra, retorika
    • embrio: biologi
    • kemakmuran: sosiologi, politik, ekonomi

    Vicky adalah satu-satunya orang di dunia yang memiliki laras itu. Langka bukan? :-)

    tapi sebenarnya laras bukan cuma berhubungan dengan kata, tapi juga dengan makna kata. Orang beda profesi bisa menggunakan kata sama dengan arti beda:

    • Istilah sentimen dalam ekonomi beda artinya dengan istilah sentimen dalam kehidupan sehari-hari
    • tekanan dalam bahasa beda artinya dengan tekanan dalam psikologi

    atau menggunakan istilah berbeda untuk hal yang sama:

    • akademisi akan menggunakan istilah 'metafora', sementara orang biasa menggunakan istilah 'perumpamaan'

    Mikir ulang: pantas nggak cara ngomong Vicky disebut Laras?

    Seorang tokoh lain, namanya Ferguson mengatakan kalo 'Kalo orang-orang terlibat dalam situasi sama berulang kali, mereka bakal buat istilah sama, cara menekan kata yang sama, cara mengatur kata yang sama, termasuk cara membunyikan huruf dan kalimat yang sama. Jadi nggak heran kalo anak bola ketemu sama anak motor bakal roaming. nggak heran juga misalnya, kita ke acara yang melibatkan orang dari berbagai profesi, mereka bakal ngumpul dengan kelompoknya masing-masing. Itu wajar, nggak usah dibawa ke hati. Kalo dicampur-campur malah nggak bakal ada perbincangan sama sekali.


    Nah, berhubung Vicky merupakan satu-satunya pemilik laras yang ia gunakan, tepatkah cara berbicaranya disebut laras? Sebenarnya nggak yakin juga sih. Menurut pengetahuan saya, ya istilah yang paling cocok menggambarkan cara berbicara vicky adalah laras. Tapi bisa jadi aja ada istilah lain yang saya nggak tahu. Kalau misalnya istilah laras tidak tepat dan tidak ada di dalam kajian bahasa, berarti para ilmuwan sosiolinguistik harus mikirin istilah baru. Luar biasa kamu Vicky.


    Lalu apa identitas si Vicky? Terpelajar?


    Laras itu ngomongin identitas. Cara kamu ngomong, kata-kata yang kamu gunakan, menggambarkan diri kamu, khususnya profesi atau spesialisasi. Sekalipun kita nggak terbiasa dengan sebuah laras, tapi tahu sedikit tentang laras itu, kita akan mudah mengetahui identitasnya. Misalnya, kalau temanmu suka ngomongin software atau program komputer, kita mungkin mengatakan "anak teknik informatika, ya?"

    Biar omongan saya kuat, ini nih kutipan dari ahlinya:

    Each register helps you to express your identity at a specific time or place, i.e., how you seek to present yourself to others.
    Artinya dikira-kira:

    Masing-masing laras membantu kamu ngungkapin indentitasmu saat berada di tempat dan waktu tertentu, misalnya bagaimana kamu nunjukin diri ke orang lain. 

    Kalo mau dipaksa-paksa, cara berbicara vicky sebenarnya bisa masuk ke dalam laras para akademisi atau intelektual, tapi intelektual nggak jadi. Kalau kalimatnya dipenggal menjadi kumpulan kata, akademisi atau orang-orang berpendidikan tinggi (kuliah) biasanya paham dengan makna kata itu. Barangkali ia memang ingin menampilkan imej terpelajar kepada orang lain. Entah dia sengaja atau tidak, Kalimat-kalimatnya sulit dimaknai bahkan oleh para akademisi sekalipun. Sebenarnya ada satu lagi yang lebih tepat, Vicky itu termasuk seorang penyair.

    Vicky adalah seorang Penyair

    Anda boleh tidak setuju, tapi kemampuan vicky itu adalah kemampuan yang hanya dimiliki oleh seorang penyair. Dalam puisi kamu bebas memakai kata apa saja, dari laras mana aja. Semua dicampur aduk, diubah-ubah maknanya. Misalnya puisi ini:

    TEKNIK MENGHIBUR PENONTON


    Kebahagiaan peti mati mengucapkan selamat tahun baru.

    Maksudku, peti mati dan tahun baru.

    Kata-kata melintasinya dan jatuh seperti burung yang

    ditembaki dalam mata pelajaran biologi.

    Intelektualitas yang merasa bisa menjadi mediator

    antara tubuh dan realitas, terjungkal dari rak buku.

    Maksudku terjungkal dan rak buku.

    Titik dan koma tersesat dalam perangkap titik dan koma.

    Kata-kata telah ditundukkan oleh badai kamus.

    Dipisahkan lagi antara badai dan kamus.

    Sebuah bossanoba di tengah api perpustakaan.

    Dipisahkan lagi antara musik dan api dalam perpustakaan.

    “Tuan penghibur,” kataku, untuk melihat rohku

    di antara kumpulan harga apartemen dan tiket

    pertandingan sepak bola.

    Baskom dalam timbunan penduduk kota.

    Tepuk tangan para pembuat parfum

    dan mesin pencetak dari rumah sakit.

    (Afrizal Malna)

    Hmm, Saya perlu membaca berulang kali, sampai dapat gambaran. Bahkan barangkali nggak bakal pernah paham sama sekali. :-p

    Hebatnya Vicky nggak perlu merenung dulu, spontan keluar begitu saja. Para penyair biasanya butuh jeda dan waktu lama hanya untuk membuat satu buku puisi kecil. Nah dia, membuat puisi setiap hari. Bisa dibilang puitis nggak kata-katanya di bawah ini:

    batin saya yang menyuruh untuk bertapa (3)
    Retorika waktu yang akan menjawab (1)
    "...Konflik yang  memicu adrenalin. 
    ...elemenisasi mampu bisa menjadi orang yang  bijak" (2)


    Para penyair barangkali akan marah bila Vicky saya masukkan sebagai penyair. Okelah, saya punya alternatif terakhir, Vicky adalah seorang komedian. 

    Vicky adalah seorang Komedian

    Kembali ke contoh di awal tadi, bagaimana bila cara berbicara seorang reporter di televisi digunakan di dalam kehidupan sehari-hari? Kita bakal geli. Bagaimana jika seorang sarjana fresh graduate tiba-tiba disuruh ngasih penyuluhan di masyrakat yang sama sekali tidak ia kenali sebelumnya, masyarakat itu barangkali akan merasa lucu melihat sarjana itu. Kasus yang sama berlaku terhadap Vicky. 

    Tepat membawa Vicky ke ILK. Kemampuannya mengotak-atik laras membuat orang (setidaknya saya) justru merasa lucu, bukannya pintar. Tapi di mata orang awam, Ia kelihatan pintar sekaligus lucu (jadinya ngegemesin, dong, haha). Makanya, wajar kalo Channel TV tertentu menganggap dia unik dan perlu dilibatkan dalam acara-acara mereka. Terlepas dari seluruh skandal cintanya, kekacauan bahasanya justru berpotensi membuat acara-acara mereka lebih menarik. Bukan begitu?

    Saya juga pernah bahas soal Vicky di sini: "Statusisasi Bahasa Vicky di Tengah Kontrofersi Hati dan Kudeta Kemakmuran", ternyata bertahan juga bahasa dia .. haha
    Bacaannya:

    Berita

    (1) Ini omongan aslinya ""Kita kenalnya cepat, di lokasi syuting. Retorika waktu yang akan menjawab. Saya akan berupaya mencapai kebahagian dengan cara saya sendiri," Dari berita berjudul "Putus dari Zaskia Gotik, Vicky Prasetyo Akan Nikahi Penyanyi Ini?"

    (2) Ini omongan aslinya "Aksi damai ini sebagai bentuk perwakilan panggilan kami generasi muda Indonesia, konflik yang  memicu adrenalin. Sebagai bentuk aksi damai, elemenisasi mampu bisa menjadi orang yang  bijak". Diambil dari "KPK vs Polri, Vicky Prasetyo: Konflik yang Memicu Adrenalin"

    (3) Omongan aslinya ""Jadi batin saya yang menyuruh untuk bertapa, mungkin ini sebuah petunjuk," dari infotainment news berjudul "Gampang Dapat Pacar, Vicky Prasetyo Bertapa di Garut"

    (4) "Vicky Prasetyo: Cinta Adalah Alusinisasi"

    (5) "Kontroversi Hati" dan "Konspirasi Kemakmuran" ala Vicky Prasetyo"

    Tulisan dari para tokoh:

    • Sociolects and Registers – a Contrastive Analysis of Two Kinds of Linguistic Variation, yang nulis namanya Marcin Lewandowski
    • Register as a Dimension of Linguistic Variation, yang nulis dua orang: Arnold M. Zwicky dan Ann D. Zwicky
    • Styles, Registers, and Belief, dari buku An Introduction to Sociolinguistic keluaran Blacwell. Yang nulis namanya Ronald Wardhaugh. 


  2. 0 comments:

    Post a Comment