4 oktober, 3 tahun lalu dia di hari Senin. 2 tahun yang lalu
dia di hari selasa. setahun lalu dia di hari Kamis. Tahun ini dia bergeser
sedikit ke hari jum’at. Tahun depan ia akan bergeser ke hari sabtu. 2 tahun
lagi ia ke hari minggu. Di tahun kabisat 2016 dia akan berada di hari senin. Setelah
tahun kabisat dia akan berada di hari Rabu.
Kesimpulannya, bahkan tanggal pun selalu bergerak 1 hari
setiap tahunnya dan dia akan melompat sejauh 2 hari setiap kali melewati tahun
kabisat. Kenapa bisa begitu? Aku tidak tahu. Bagiku itu adalah momen penemuan. Hal
kecil yang tidak pernah kupikirkan, hanya karena iseng tiba-tiba menemukan
sesuatu yang baru. Barangkali kebanyakan penemu pun seperti itu. keisengan
membawa pada penemuan.
Tapi mengapa harus oktober hari keempat. Karena hari itu
juga adalah hari penemuan. Sebuah momen discovery. Menemukan sesuatu
yang sebenarnya sudah ada tapi tidak pernah dilihat atau diperhatikan selama
ini. sebuah momen yang kelak akan banyak mempengaruhi hidupku.
Yap, hanya sebuah momen. Dan itu adalah momen keisengan,
tanpa sengaja menemukannya. Tapi keisengan semacam itu entah bagaimana kemudian
memberi efek yang luar biasa. Menuliskan ini, aku jadi teringat dengan sebuah
cerpen dari pengarang legendaris Leo Tolstoy. Aku selalu mengingat jalan
ceritanya, tapi tidak ingat lagi apa judulnya.
Dalam cerpen itu, Tolstoy menghadirkan tokoh utama seorang
laki-laki yang putus asa dan tidak mau menikah. Si laki-laki kemudian
menceritakan sebab kenapa ia bisa seperti itu. ia mengatakan bahwa sebenarnya
dahulu ia memiliki seorang gadis yang amat sangat ia cintai. Gadis ini adalah
anak seorang petinggi komunis. Sang laki-laki mengetahui itu ketika ia
diperkenalkan kepada ayah si gadis dalam sebuah pesta. Beberapa waktu kemudian
ia iseng-iseng berjalan di tepi pelabuhan. Tanpa sengaja ia melihat pemandangan
yang kemudian mengubah seluruh hidupnya. Ia melihat ayah si Gadis sedang
mengeksekusi mati beberapa orang tahanan. Sejak saat itu dia memutuskan untuk
tidak lagi menemui gadis itu, bahkan tidak mau menjalin hubungan dengan
perempuan, berubah menjadi seorang pemulung. Cerita pendek ini barangkali
menyisipkan pesan-pesan moral dan ideologis tertentu, sebagaimana khas Tolstoy.
Yah, bisa jadi saja dia seorang anti-komunis, tapi aku tidak pasti juga. Tampaknya
dibutuhkan sedikit riset untuk mengetahui seperti apa sebenarnya corak
pemikiran Tolstoy.
Yang jelas, apa yang membuat aku selalu ingat dengan cerpen
ini adalah karena satu hal yang ditemukan tidak sengaja bisa mengubah seluruh
hidup kita.
Cerpen ini sangat menginspirasiku untuk berhati-hati dalam
berhubungan dengan orang lain. satu keisengan saja bisa memutus seluruh
hubungan untuk selamanya. Ini membuat aku berusaha untuk tidak bercanda terlalu
berlebihan, sekalipun itu membuat aku disebut kaku. Cerpen ini membuat aku
selalu berusaha mendengarkan dan membantu orang lain saat mereka mengalami
masalah serius. Aku khawatir, respon yang tidak acuh atau cuek, justru akan
membuat hidup mereka berubah destruktif untuk selamanya. Bagi kita biasa. Kita pikir
semua orang punya masalah, dan sesekali tidak mendengarkan tidak apa-apa. Tapi bagi
mereka, setiap momen bercerita adalah berharga. Sebab ini dapat mengurangi rasa
sesak di dada yang akhirnya mungkin saja mengarah pada tindakan-tindakan tidak
rasional.
Yah, begitulah setiap momen selalu berharga. Karena ia selalu
bergerak, seperti tanggal yang selalu maju setiap harinya. Bahkan ketika itu
hanya momen keisengan. Seandainya saja setiap hari adalah momen-momen keisengan
yang konstruktif, pasti banyak sekali
hal baru yang bisa ditemukan. Walaupun kenyataannya tidak selalu begitu,
aku pikir secara logis kita mungkin saja menciptakan momen-momen santai yang
berujung pada penemuan. penemuan-penemuan itu memang bukanlah penemuan besar layaknya penemuan listrik Edison atau rumus E = MC kuadratnya Einstein. Namun, sebuah penemuan, sekecil apapun ia, layak untuk mendapatkan perayaan dan penghargaan.
Aku tidak tahu bagaimana dengan orang lain, tapi aku sering mengalami momen keisengan yang berujung pada penemuan. Setidaknya, tulisan ini pun hasil dari momen keisengan. contoh lain misalnya, beberapa waktu lalu aku dan seorang teman iseng merekam sebuah lagu dengan menggunakan gitar. Kami membuat lagu ini tanpa konsep sama sekali. Setelah jadi, aku sampai bingung bagaimana aku bisa membuat lagu seperti itu. pada saat lain, aku mencoba untuk mengonsep lagu yang serupa, tapi tidak ada satu pun yang bisa dibuat.
Aku tidak tahu bagaimana dengan orang lain, tapi aku sering mengalami momen keisengan yang berujung pada penemuan. Setidaknya, tulisan ini pun hasil dari momen keisengan. contoh lain misalnya, beberapa waktu lalu aku dan seorang teman iseng merekam sebuah lagu dengan menggunakan gitar. Kami membuat lagu ini tanpa konsep sama sekali. Setelah jadi, aku sampai bingung bagaimana aku bisa membuat lagu seperti itu. pada saat lain, aku mencoba untuk mengonsep lagu yang serupa, tapi tidak ada satu pun yang bisa dibuat.
yang pasti, satu hal aku kerap berpikir bahwa momen keisengan yang kreatif selalu terdiri dari 2 jenis. pertama, adalah sebuah momen keisengan yang menghasilkan kreasi sempurna. tapi sepertinya ini jarang terjadi. kedua, momen keisengan yang menghasilkan karya inisiasi atau konsep awal. momen inilah yang menurutku paling sering terjadi. misalnya, saat sedang asyik duduk di beranda rumah tiba-tiba terlintas sebuah kalimat menarik. nah, kalimat menarik ini harus segera ditangkap dan dikembangkan. kalau berdasarkan pengalaman, biasanya ide awal akan melewati 3 masa untuk menjadi ide yang utuh (walaupun keutuhan itu tidak selalu pasti ukurannya). pertama, momen keisengan kala ide muncul begitu saja. kedua, momen ketegangan, kala pikiran tiba-tiba macet karena tidak tahu bagaimana harus mengembangkannya. dan ketiga, momen resolusi, kala imajinasi tiba-tiba begitu nyata, dan gagasan mengalir begitu saja untuk diwujudkan. intinya, momen keisengan jenis kedua ini membutuhkan momen-momen kedisiplinan agar ia bisa menghasilkan karya yang utuh.
kembali ke persoalan tanggal 4 oktober. Jadi, ada apa sebenarnya di oktober hari keempat? Ah, aku
pun sudah lupa apa yang mau aku tuliskan soal itu.
0 comments:
Post a Comment