Rss Feed
  1. jika Cinta itu sebuah Pohon (1)

    Saturday, October 12, 2013

    1
    Prolog

    Beberapa waktu yang lalu, belum lama, seseorang pernah mencecarku dengan pertanyaan ketus,”bagaimana kamu bisa mencintai tanpa memiliki orang itu?”


    “bisa, karena cinta itu adalah potensi diri, bukan sesuatu yang berasal dari orang lain. kau hanya butuh sebuah aktivasi. Cinta bukan kepemilikan. Keduanya berbeda.”

    Dia kemudian berkata sini,”alah, bullshit. Cintamu tidak konkret, kau tidak akan bisa melakukan apapun untuknya kalau kau tidak memilikinya. ”

    “Aku tidak perlu memiliki Tuhanku untuk mencintai-Nya.”

    “Itu kasus yang berbeda. kita bicara soal cinta manusia.”

    “ibuku tidak perlu memilikiku untuk mencintaiku. Dia bilang aku adalah anaknya karena dia melahirkanku, bukan karena dia memilikiku.”

    “itu juga kasus yang berbeda. ibumu yang melahirkanmu, jadi wajar saja ia mencintai dagingnya sendiri. Kita sedang bicara hubungan laki-laki dengan perempuan. Hubungan tanpa ikatan darah sama sekali.”

    Aku berhenti disana. Memilih untuk tidak melanjutkan perdebatan. 

    Okelah aku ingin memakai logika dia saat ini. aku akan katakan bahwa cinta berasal dari sesuatu yang lain. dia datang dan membuatmu merasakan cinta. Dan aku akan buktikan bahwa kau pun tak perlu memilikinya, karena cinta dan kepemilikan adalah sesuatu yang berbeda.

    ***
    2
    tunas misterius di depan rumah

    Katakanlah, untuk mengganti kata alkisah atau dihikayatkan, kita menggantinya dengan katakanlah. Jadi, katakanlah disebuah tempat terpencil, di lereng pengunungan yang dilingkari oleh padang pasir, yang padang pasir itu dikelilingi oleh lautan. Disana  hidup seorang lelaki bernama...bernama siapa ya?...hmm, kita beri saja dia nama Anon. Anon hidup sendirian di rumah warisan orang tuanya yang telah lama tiada (wah,,kayak dongeng klasik jadinya). Rumahnya jauh dari pemukiman warga sekitar. Untuk mencapai pemukiman warga, Anon harus melewati sebuah hutan kecil namun dipenuhi oleh hewan buas. Karena itu Anon hampir-hampir tidak pernah pergi ke pemukiman kecuali saat-saat tertentu ketika semua hewan disana sedang bermimpi indah. 

    Anon telah menjadi seorang pemurung yang tidak pernah mengurusi dirinya sendiri apalagi mengurusi rumah dan tanah peninggalan tanah orang tuanya. Setiap hari sebagian besar waktunya ia habiskan dengan duduk di depan rumah menatap ke hutan kecil serta sesekali memperhatikan langit yang dipenuhi dengan arak-arakan awan. Terkadang saat cuaca agak cerah dia pergi untuk mencunci pakainnya. Setelah agak siang baru ia mengurusi sebidang tanah kecil kurang terawat yang ia tanami beberapa macam tanaman untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya. Ia kemudian mengambil beberapa jenis sayuran, membersihkannya, lalu memakannya dalam keadaan mentah. Setelah makan lalu ia kembali duduk de depan pintu rumah, memandangi hal yang sama. Saat matahari mulai tenggelam ia akan beranjak menutup pintu rumah dan jendela, lalu menghidupkan lentera. 

    Sepanjang malam gelap ia akan duduk di kursi tua memandangi cahaya lentera yang berada di atas meja melingkar yang umurnya sama tuanya dengan kursi yang ia duduki. Sampai saat tertentu Anon kemudian akan beranjak dari kursinya. Tidak bisa dibilang Anon kebosanan. Bukankah hidup  seperti seperti itu sudah membosankan. Anon melakukan sesuatu tanpa alasan tertentu. Ia kemudian akan memadamkan cahaya lentera lalu berbarik di atas tempat tidurnya. Anon tidak lansung terlelap. Dia akan memandang langit-langit diatasnya selama hampir satu jam lebih. Ia mulai memejamkan matanya saat suara burung hantu samar-samar terdengar di telinganya, saat suara jangkrik semakin ramai memenuhi pendengarannya. Entahlah, ia menikmati suara jangkrik itu atau tidak, yang jelas dalam waktu yang singkat ia akan segera terlelap. 

    ***

    Begitu hari demi hari, tahun demi tahun dijalani oleh Anon. Ia pada suatu malam yang tidak pernah di duga oleh Anon. Seseorang datang ke kediamannya, menggali tanah, dan menanamkan sesuatu disana. Anon tidak menyadarinya, karena ia sedang terlelap dibuai suara jangkrik yang semakin malam semakin terdengar keras.
    Ia baru menyadari ada sesuatu yang berubah di depan rumahnya pada keesokan hari, saat Anon sedang menjalankan ritual melamun di depan pintu rumah. ia melihat gundukan tanah yang tidak biasa di depannya. Sebuah gundukan tanah yang masih baru. Anon mendekati gundukan itu dan memandangnya dengan seksama. Tidak ada yang istimewa kecuali sebuah tunas kecil, sepanjang jarum tangan, dengan warna hijau transparan. Ia menggerakkan tangan hendak mencabut itu, karena khawatir kalau-kalau itu sesuatu yang berbahaya. Tapi ia urungkan niatnya.

    Ia lalu bangkit memandangi-memandangi sekitarnya mencari tanda-tanda keberadaan manusia selain dirinya. Tapi yang dilihatnya hanyalah rerumputan liar dan hutan kecil di depan rumahnya. Tidak ada siapapun disana.
    Anon kemudian menyusuri jalan kecil dari depan rumahnya hingga dekat ke hutan. Lalu dia menemukan sebuah jejak yang masih basah. Jejak kaki berukuran kecil. ini bukan jejak binatang, sebab itu seperti jejak sepatu. Itu bukan juga sebuah jejak anak-anak. terlalu besar untuk ukuran anak-anak. mungkinkah itu jejak seorang perempuan? Tapi Anon segera menghapus pikiran itu. siapa perempuan yang berani melewati hutan liar itu dimalam hari? Mungkinkah itu jejak arwah orang tuanya, jejak penunggu hutan? Tidak mungkin. Tidak mungkin makhluk halus akan meninggalkan jejak. Ini adalah jejak manusia. Anon kemudian berkesimpulan, barangkali ini jejak seorang lelaki dengan tubuh kecil. 

    Anon kembali ke rumahnya. Saat ia menatap tunas itu, dia kembali berpikir. Untuk apa seseorang datang malam-malam hanya untuk menanam tunas ini? dia tidak dapat memikirkan satu alasanpun yang masuk akal. Sejenak kemudian ia sadar bahwa tunas itu sudah sedikit membesar, dua kelopak kecil berwarna putih kebiruan tampak merekah di sisi kiri dan kanan. Anon terheran. Tunas ini tumbuh begitu cepat. tapi keheranan itu segera dibarengi dengan keheranan lain.

    Anon heran, kenapa ia bisa heran dan penasaran, kenapa tiba-tiba ada perasaan bergejolak asing yang muncul padanya. Sesuatu yang membuatnya ingin mencari-dan terus mencari. Sesuatu yang membuatnya ingin mengetahui lebih jauh lagi. Tapi Anon segera berusaha meredakan keheranan itu. ia merasa aneh dengan dirinya sendiri. Ia tidak ingin mengalami perasan-perasaan aneh bercampur baur semacam ini. ia berpikir ia hanya ingin menjalankan kehidupannya seperti biasa. Dengan perilaku yang ia tekan agar tampak biasa ia kembali duduk di depan rumah menjalani ritual seperti biasa. Tapi ia terus terganggu dengan pemandangan tunas itu. tunas itu benar-benar hidup. Seolah ia bergerak setiap waktu. menggerakkan imajinasi Anon, melewati batas hutan dan arakan awan yang selalu ia pandangi. Anon merasa dirinya mulai gila saat itu. ia lalu beranjak mau ke rumah dan membanting pintu rumah dengan keras. Ia menutup seluruh jendela. 

    Di dalam ia mencoba berbaring, tapi pikirannya tetap gelisah. Ia hidupkan lentera dan memandanginya, tapi ia tetap resah. Ia lalu melakukan sesuatu, apapun itu. menyibukkan dirinya. Untuk pertama kali ia memiliki hari tersibuk di dunia.

    [ah... lelah sudah. Dilanjutkan lain kali saja.]

  2. 0 comments:

    Post a Comment