Rss Feed
  1. Meditasi Nada

    Friday, February 8, 2013



    Variasi Canon milik Pachebel yang dialunkan dengan piano mengajak batin berdansa. Lamat-lamat Ballad Pour Adeline membuka lembaran-lembaran notasi romansa. Kemudian Consuelo’s Love Theme menghadirkan jalan kecil di sepanjang pertokoan kota tua yang sedang digoda oleh gerimis. Disana, dari jauh muncul seorang lelaki dengan jas hujan lusuh dan topi ala mafia Italia berjalan menunduk ditengah-tengahnya. Lembut sekali ia melangkah. Tiba-tiba ia berhenti. Ia dongakkan kepala ke udara, dengan teduh memandang arakan awan yang ingin berpindah. Saat itulah, Jasmine Flower dari saksofon Kenny G membangun ruang meditasi di tengah kebun bunga transparan berwarna merah muda dan kuning cerah. Dalam hening, sebelum fajar baru tiba, kunang-kunang malam bercahaya temaram menerangi segala memorabilia yang sempat terlupakan. Memorabilia yang menjadi jelas ketika Matsuri Kitaro berhasil membawa imajinasi seperti perempuan tradisional India yang sedang menari sama’ sembari bernyanyi seriosa di panggung opera. Memorabilia itu: senja dan tanda mata.

    Tak pasti apakah kemudian yang terdengar adalah flamingo atau mungkin sedikit jazzy, namun ia seperti nada purba perempuan-perempuan Maya yang sedang melingkar di tengah unggun, menembangkan lirik-lirik kerinduan seorang perempuan Arabia menunggu kekasihnya kembali dari medan perang, berkolaborasi dengan perkusi perang imigran Afrika yang selalu mampu menciptakan variasi-variasi melodi minor kelirihan di pemukiman kumuh Amerika. Nada-nada perlawanan yang damai melawan keterasingan dan keterpinggiran. Seketika memorabilia senja dan tanda mata bermetamorfosa menjadi bocah yang meniup ilalang hingga menimbulkan suara siulan, yang berkumandang seperti adzan, menyentuh empati pada tanah yang terampas, membuat tubuh merasuk pada euforia manusia biasa, memicu gelora pada utopia.

    Bersama nada, berada dalam semesta tak berbatas. Sejenak melipat ruang: Sejenak berada di pinggiran gempita metropolitan, sejenak kemudian berada di tengah keheningan hutan; Sejenak begitu ramai, sejenak begitu sunyi. Sejenak pula melompati waktu: Sejenak ia kenangan, sejenak ia masa depan; Sejenak dan sejenak, terus hingga sirna kesadaran, memasuki dimensi baru kreasi waktu kini.
    (4 januari 2013)

  2. 0 comments:

    Post a Comment