Mereka bilang aku pelupa. Aku melupakan segala sesuatu. Aku lupa
mengganti bajuku, aku lupa aku sudah makan atau belum, aku lupa meletakkan
barang-barangku, aku lupa nama teman-teman lama ku, aku lupa jalan pulang, aku
lupa bahwa ada seorang teman yang sedang berpapasan denganku, aku melupakan segalanya
kata mereka.
Mereka berkata, jangan-jangan aku sudah lupa jalan menuju
rumahmu. Aku mungkin sudah lupa nama dan wajahmu. Aku sudah lupa bagaimana
mengungkapkan cinta. Aku juga sudah lupa aku pernah mencintaimu. Aku bahkan,
kata mereka, telah lupa kalau cinta itu ada.
Namun aku tidak lupa, itu saja.
Aku memang sering lupa mengingatmu, tapi aku tidak pernah
lupa teringat padamu. Hidup ini terlalu sulit sehingga ruang pikir untukmu
begitu sempit. Aku tidak pernah sanggup mengingatmu saat aku harus bergelut
dengan persoalan keseharianku. Itu hanya akan membuatku kehilangan harapan. Aku
akan menyerah, putus asa, dan merasa tidak pantas. Kata mereka juga, hidup itu
tidak bisa makan cinta.
Aku menghabiskan hari-hariku untuk berbuat sesuatu, sekedar
agar besok masih bisa melakukan sesuatu. Saat malam jika aku kelelahan, aku
akan tidur lebih cepat tanpa sempat memikirkan apa-apa. Pada malam lain aku
akan didera kebosanan, aku akan berjalan-jalan dan tidur lebih larut seperti
biasanya. Aku bisa tidur lebih cepat atau lebih lambat, tapi aku selalu bangun
pada saat yang sama. Dengan kondisi yang
sama.
Pada setiap akhir tidurku itu, tiba-tiba aku menjadi
setengah sadar. Tak seorang pun mampu memikirkan apapun dalam kondisi itu. Dadaku
kemudian terasa bergejolak, seperti ombak yang hendak pecah di udara. Entah bagaimana
aku kemudian menitikkan air mata. Hangat dan begitu lega. Ingatan pertamaku
setelahnya adalah: dirimu. Saat itu
juga, rasanya aku ingin tertidur lagi lalu membiarkan jiwaku menyusup ke dalam
mimpimu. Aku akan mengatakan aku tidak pernah melupakanmu.
Subuh masih jauh. Aku terus terjaga. Aku hanya membiarkanmu
berada di tepi ruang pikirku, membiarkanmu berdiam membisu disana. Tapi aku
tidak pernah mengusirmu. Mungkin aku terlalu tega membiarkanmu duduk
bersebelahan dengan kenangan-kenanganku yang lain. Sungguh, aku tidak ingin
melakukannya, aku hanya tidak apa yang harus aku lakukan.
Kerap kali, aku ingin berkunjung ke rumahmu sekedar menyapa.
Bertanya apa kabar disana, lalu senyum penuh makna mengakhiri pertemuan kita. Aku
tidak pernah melakukannya. Aku pun tidak tahu kenapa. Setiap pagi aku hanya
menyelesaikan sarapanku, lalu ke luar rumah untuk mencari kesibukan. Dalam perjalanan
aku bahkan lebih mudah berpikir untuk mampir di warung tempat aku biasa makan
daripada sekedar melewati depan rumahmu. Aku akan mengakhiri perjalanan soreku
dengan duduk di sebuah jembatan menunggu matahari terbenam. Lalu aku pulang
untuk menyegarkan diri dan merencanakan hidup untuk besok hari.
Mungkin itulah, mengapa mereka mengatakan aku telah
melupakanmu. Aku tak peduli itu. mereka bilang, jika memang cinta, aku harus
memilikimu. Aku tanya mereka apa itu cinta, tak satupun bisa menjelaskannya. Aku
tak harus mendengarkan saran yang bahkan tidak dimengerti oleh pemberi saran. Aku
yang merasakan, aku yang memutuskan. Mungkin benar kata mereka aku telah
melupakan. aku lupa mengingat, tapi tidak lupa teringat.
0 comments:
Post a Comment