Rss Feed
  1. Tak Lupa Teringat

    Wednesday, July 17, 2013

    Mereka bilang aku pelupa. Aku melupakan segala sesuatu. Aku lupa mengganti bajuku, aku lupa aku sudah makan atau belum, aku lupa meletakkan barang-barangku, aku lupa nama teman-teman lama ku, aku lupa jalan pulang, aku lupa bahwa ada seorang teman yang sedang berpapasan denganku, aku melupakan segalanya kata mereka.

    Mereka berkata, jangan-jangan aku sudah lupa jalan menuju rumahmu. Aku mungkin sudah lupa nama dan wajahmu. Aku sudah lupa bagaimana mengungkapkan cinta. Aku juga sudah lupa aku pernah mencintaimu. Aku bahkan, kata mereka, telah lupa kalau cinta itu ada.

    Namun aku tidak lupa, itu saja.

    Aku memang sering lupa mengingatmu, tapi aku tidak pernah lupa teringat padamu. Hidup ini terlalu sulit sehingga ruang pikir untukmu begitu sempit. Aku tidak pernah sanggup mengingatmu saat aku harus bergelut dengan persoalan keseharianku. Itu hanya akan membuatku kehilangan harapan. Aku akan menyerah, putus asa, dan merasa tidak pantas. Kata mereka juga, hidup itu tidak bisa makan cinta.

    Aku menghabiskan hari-hariku untuk berbuat sesuatu, sekedar agar besok masih bisa melakukan sesuatu. Saat malam jika aku kelelahan, aku akan tidur lebih cepat tanpa sempat memikirkan apa-apa. Pada malam lain aku akan didera kebosanan, aku akan berjalan-jalan dan tidur lebih larut seperti biasanya. Aku bisa tidur lebih cepat atau lebih lambat, tapi aku selalu bangun pada saat yang sama.  Dengan kondisi yang sama.

    Pada setiap akhir tidurku itu, tiba-tiba aku menjadi setengah sadar. Tak seorang pun mampu memikirkan apapun dalam kondisi itu. Dadaku kemudian terasa bergejolak, seperti ombak yang hendak pecah di udara. Entah bagaimana aku kemudian menitikkan air mata. Hangat dan begitu lega. Ingatan pertamaku setelahnya adalah: dirimu.  Saat itu juga, rasanya aku ingin tertidur lagi lalu membiarkan jiwaku menyusup ke dalam mimpimu. Aku akan mengatakan aku tidak pernah melupakanmu.

    Subuh masih jauh. Aku terus terjaga. Aku hanya membiarkanmu berada di tepi ruang pikirku, membiarkanmu berdiam membisu disana. Tapi aku tidak pernah mengusirmu. Mungkin aku terlalu tega membiarkanmu duduk bersebelahan dengan kenangan-kenanganku yang lain. Sungguh, aku tidak ingin melakukannya, aku hanya tidak apa yang harus aku lakukan.

    Kerap kali, aku ingin berkunjung ke rumahmu sekedar menyapa. Bertanya apa kabar disana, lalu senyum penuh makna mengakhiri pertemuan kita. Aku tidak pernah melakukannya. Aku pun tidak tahu kenapa. Setiap pagi aku hanya menyelesaikan sarapanku, lalu ke luar rumah untuk mencari kesibukan. Dalam perjalanan aku bahkan lebih mudah berpikir untuk mampir di warung tempat aku biasa makan daripada sekedar melewati depan rumahmu. Aku akan mengakhiri perjalanan soreku dengan duduk di sebuah jembatan menunggu matahari terbenam. Lalu aku pulang untuk menyegarkan diri dan merencanakan hidup untuk besok hari.


    Mungkin itulah, mengapa mereka mengatakan aku telah melupakanmu. Aku tak peduli itu. mereka bilang, jika memang cinta, aku harus memilikimu. Aku tanya mereka apa itu cinta, tak satupun bisa menjelaskannya. Aku tak harus mendengarkan saran yang bahkan tidak dimengerti oleh pemberi saran. Aku yang merasakan, aku yang memutuskan. Mungkin benar kata mereka aku telah melupakan. aku lupa mengingat, tapi tidak lupa teringat.

  2. Insomnia Rasa

    Monday, July 1, 2013



    seakan ia akan mengetuk pintu kamarmu,
    jantungmu berdebar

    seakan ia meneliti gerak-gerikmu,
    engkau gelisah

    dia datang sesuka-suka
    meremas jantung
    menguras kantung air mata
    engkau terjaga
    mimpi indah jadi bencana

    malam memanjang
    angin menggoda
    membisikimu suaranya
    menyusup, menggelitik imajinasi
    tuts piano berbunyi dikepala
    mengajakmu berdansa

    kamar gelap, dinding menjadi kanvas
    siluetnya menjejak-jejak
    membayang-bayang di sepanjang garis fajar
    hingga ke barat cakrawala
    seperti grafiti yang silih berganti
    menutupi dinding kota

    setelah itu pertemuanmu dengan bulan
    membangkitkan percakapan rahasia
    tentang kesadaran yang telah hilang
    sejak awal pertemuan

    menunggu, menjadikan kamarmu belantara
    engkau sunyi dalam keramaian
    harapan mencekam waktu
    seandainya bisa, kau lipat ruang dan kau pandang
    ia seperti film kesukaan
    kau rekam setiap incinya dalam tulisan
    sekedar mengingatkan betapa ia adalah sejarah
    yang mungkin nanti akan kau ceritakan
    ketika langkah telah lelah menelusuri desah