Amuro (Gou Ayano)
akhirnya membuka rahasia kepada Nanami (Haru Kuroki), “Mashiro (Cocco) butuh
teman saat dia mati”. Hanya untuk pernyataan singkat itulah penonton duduk 3
jam mengikuti jalan cerita datar film yang dirilis Maret 2016 lalu.
Entah apakah
penonton Amerika Serikat (atau Indonesia) betah duduk selama itu. Terakhir film
terlama yang saya tonton adalah Boyhood. Itu juga masih kurang lama 14
menit dibandingkan the Bride for Van Winkle. Kehidupan manusia tidak dapat
diceritakan dalam waktu 90-100 menit saja. Sineas Jepang agaknya memahami
kesulitan tersebut – tidak sedikit film-film Jepang berdurasi di atas 2 jam. Ningen
no Joken saja butuh waktu total 9 jam menceritakan apa yang tersirat di
judulnya: Kondisi Manusia; atau yang lebih baru, Always Sanchome no Yuhi
butuh waktu total sekitar 7 jam untuk menceritakan manusia. Pun masih tidak
akan mampu merangkum seluruh kondisi manusia.
The Bride for Van
Winkle juga menceritakan kondisi manusia. Sebagaimana Boyhood atau Ningen
no Joken, plotnya biasa saja, terlalu realistis (dan membosankan). Realitas
kehidupan segelintir profesi dan kepribadian di Tokyo dipertemukan untuk
mengungkap bongkah terdalam di diri manusia yang kerap tertutup kerasnya
keseharian: empati.
Nanami tokoh
utamanya, namun itu bukan cerita tentang dia. Mashiro lah pusat masalah. Perempuan
ini menyewa sebuah gedung besar bekas restoran, ditinggalinya sendiri. Mashiro
suka memelihara binatang-binatang beracun, keong beracun atau kalajengking. Ia
seorang aktris film porno yang mencintai pekerjaannya.
Jangan harap
informasi di atas didapatkan di awal film, sebab Nanami tokoh utamanya. Seorang
guru honorer menyambi pegawai swalayan dan tutor online, yang dipermainkan oleh
siswa lalu diberhentikan tidak lama sesudahnya karena suaranya terlalu halus. Ia
bertemu Tetsuya secara online, lalu mengatakan dirinya gampangan, dan karena
itu menikahi Tetsuya. Seorang pemalu yang tidak punya teman, tidak punya
kerabat, kedua orang tua bercerai, dan menyewa kerabat palsu ke pesta pernikahannya.
Kepribadian, latar belakang, dan kondisi hidup semacam itu seharusnya sudah
cukup menjadikan Nanami sebagai Cinderella atau Rapunzel yang pantas
mendapatkan ending bahagia.
Sayang, ini bukan
drama populer; Mashiro lah pusat masalah; dan Amuro penghubung penting di dalam
penyelesaian masalahnya.
Amuro seorang benri-ya,
menerima pekerjaan apa saja. Ia mengorganisasi kerabat-kerabat palsu menghadiri
pernikahan, mewakili salah satu pengantin yang menyewanya. Nanami mengenal
Amuro karena transaksi tersebut. Nanami juga masih berhubungan dengan Amuro setelah
menikah. Ia mencurigai Tetsuya berselingkuh. Amuro berjanji akan mencari
informasi mengenai kemungkinan perselingkuhan Tetsuya.
Tapi Amuro
seorang bajingan. Ia hancurkan pernikahan Nanami sehingga terdampar di jalanan.
Perempuan itu sampai diberi pekerjaan oleh pemilik hotel untuk membayar biaya
tinggal di sana setelah diusir ibu mertuanya. Tanpa mimik bersalah Amuro
menawarkan Nanami pekerjaan sebagai pembantu rumah tangga di tempat tinggal
Mashiro, tanpa tahu kalau Mashiro pemilik rumahnya.
Tidak tepat juga
dianggap bajingan sebenarnya. Amuro hanya melakukan pekerjaan, dibayar untuk
mencarikan teman bagi Mashiro saat dia mati. Nanami adalah perempuan yang
perhatian, Amuro tahu itu: Nanami orang yang tepat mendampingi Mashiro. Ditawari
pekerjaan sebagai pelayan, Nanami hendak dijadikan teman semati Mashiro.
Mashiro menderita
kanker (payudara?). Ia tahu hidupnya tidak lama lagi; lalu tak ingin mati
sendirian. Hubungan Nanami dan Mashiro segera menjadi persahabatan, kemudian
semakin intim. Malam itu kedua berbaring, sambil sesekali berciuman, Mashiro
bertanya, maukah Nanami menikahinya dan mati bersamanya. Nanami menyetujuinya.
Esok pagi, Mashiro telah mati, bunuh diri dengan menggenggam seekor keong
beracun di tangannya. Membiarkan ibunya, Nanami, dan Amuro menangisi abunya.
Menahan kesimpulan: Romantika Lesbian?
Membaca judul
film, pertanyaan standar akan muncul, ‘Siapa Rip Van Winkle? Siapa
pengantinnya?’ Nanami menikahi Tetsuya. Disimpulkan dia seorang heteroseksual.
Rip Van Winkle bisa jadi Amuro, namun Rip van Winkle adalah nama Mashiro di
sebuah media sosial. Sekalipun curiga, saya tidak menyangka alur film bernuansa
romantika lesbian.
Pertanyaan-pertanyaan
yang timbul mengurangi kebosanan karena alur sedemikian datar. Tetap saja bukan
film yang direkomendasikan bagi penonton yang tidak sabaran. Tidak mungkin mereka
mau menunggu satu jam lebih hanya untuk tahu bahwa Mashiro seorang aktris film
porno.
Menonton The
Bride for van Winkle perlu benar-benar menahan diri. Menahan kesimpulan dan
menahan diri tidak mempercepat pergerakan film. Bukan film yang dapat dinikmati
siapa saja, namun direkomendasikan bagi yang suka drama bertema kehidupan.
Tidak ada
tanda-tanda Mashiro seorang lesbian. Tidak pula terlihat dari Nanami. Namun
semakin mendekati akhir film, acuan judul semakin jelas. Perkiraan di
menit-menit awal, Nanami akan menjalin hubungan dengan Amuro atau kembali ke
Tetsuya atau memilih hidup sendiri, ternyata tidak demikian. Kecewa? Tidak. The
Bride for van Winkle diisi dengan banyak informasi setengah-setengah yang hanya
bisa diketahui sisanya bila terus menonton. Tidak ada yang tahu bila Tetsuya
dan ibunya tidak akan berhubungan lagi dengan Nanami. Tidak ada yang tahu bila
ibu Mashiro akan muncul. Tidak ada yang tahu Mashiro akan mati. Tidak ada yang
tahu bila rumah Mashiro pernah dipakai syuting film porno. Tidak ada pula yang tahu sejenis hubungan lesbi akan muncul di bagian hampir akhir cerita.
Namun, relasi Nanami dan
Mashiro terlalu dangkal bila disebut lesbian. Keduanya hanya orang-orang
sendirian yang butuh sahabat. Dari empati mendalam muncul hasrat. Apa yang
salah dengan menikah sesama jenis bila itu dapat mengikat kebahagiaan? Berbeda
dengan orientasi seksual homoseksual yang bersifat psikologis, hubungan
keduanya berasal dari lompatan filosofis setelah melalui kerumitan hidup. Hidup
bersama lelaki atau perempuan tidak masalah selama bisa berbagi dan tertawa.
Atas nama cinta mereka memutus batas-batas kelamin. Begitu tafsir saya tentang
hubungan mereka. Soal tidak sepakat atau tidak sepakat itu urusan lain.
Rahasia yang tidak terungkapkan
The Bride for Rip
van Winkle juga menggunakan teknik yang tidak umum: membiarkan rahasia tidak
terungkap hingga akhir. Penonton seharusnya cukup yakin, Amuro sengaja merusak pernikahan
Nanami dan Amuro, sehingga Nanami masuk dalam perangkap Amuro, menjadikannya
teman Mashiro. Nanami tidak pernah tahu plot jahat ini sampai lagu penutup film
terdengar.
Amuro seharusnya
benar-benar bajingan sehingga rahasia itu pantas diungkapkan. Mengingat kepribadian
Nanami, tersingkapnya rahasia tidak akan merusak plot cerita. Apa susahnya
menambahkan dialog satu menit membiarkan Nanami tahu ia telah dipermainkan? Semata
agar penonton dengan rasa keadilan tinggi seperti saya lega.
Ini cerita
tentang kehidupan. Dalam kehidupan nyata, tidak semua rahasia terungkap bahkan
hingga kau mati sekalipun. Beberapa rahasia terungkap pada Nanami di dalam the
Bride for van Winkle, namun berulang kali ia diminta merahasiakannya lagi.
Bukankah rantai penyingkapan rahasia semacam ini juga terjadi dalam keseharian.
Rahasiamu diceritakan oleh seorang teman, temanmu bercerita kepada yang lain,
lalu meminta agar tidak menceritakannya padamu. Rantai informasi terputus di
sana.
Toh tangisan
Amuro di akhir film sudah membayar ‘kemarahan’ karena ‘kejahatannya’ dibiarkan.
Biarlah yang tersimpan tidak terungkap, selama orang berubah dan masa lalu
bukan masalah. Barangkali demikian salah satu moral cerita film ini.
Ketelanjangan: penghormatan terakhir bagi mereka di industri pornografi
Pornografi adalah
industri besar di Jepang. Tidak kurang dari 30.000 film dirilis setiap
tahunnya. Tidak seperti di Amerika barangkali, bintang film porno di Jepang
dapat bermain di film populer untuk audiensi yang lebih luas. Sebut saja di
antaranya Miyabi dan Sora Aoi.
Kehidupan seksual
juga tidak sedemikian tabu seperti di Indonesia. Beberapa film lain seperti Rinko
Eighteen dan Sayonara Kabukicho tidak memperlihatkan citra buruk
terhadap pornografi maupun pelacuran, meskipun ada tokoh-tokoh di dalamnya yang
mengungkapkan ketidaksetujuan.
Hanya saja, pornografi
tetaplah sesuatu yang buruk, bahkan bagi orang yang tidak religius sekalipun. Orang
tua tidak akan lagi mengakui anaknya bila ia terjun ke dunia tersebut. Kasus
ini misalnya terjadi pada Miyabi.
Tokoh Mashiro bisa
jadi representasi ini. Bahkan setelah kematiannya ibu Mashiro tidak ingin
menerima abunya.
Ibu Mashiro
tetaplah seorang ibu. Dengan karakter tipikal orang tua Jepang zaman Showa yang
selalu menjaga kewibawaannya, ia tetaplah wanita yang melahirkan Mashiro. Di
akhir cerita ia membuka bajunya lalu berkata, ‘telanjang di depan orang lain,
itu memalukan’. Amuro tiba-tiba menangis dan ikut membuka bajunya lalu berkata,
‘memang memalukan’. Keduanya menikmati shochu sambil menangis, bersimpuh
di depan abu Mashiro, memberikan penghormatan. Nanami yang tidak ikut membuka
baju menangis sebisanya lalu tiba-tiba tertawa.
Scene tersebut
memunculkan perasaan campur aduk. Haruskah ikut menangis? Atau bersyukur sambil
tersenyum? The Bride for van Winkle mungkin pembelaan bagi mereka yang terjun
di industri pornografi. Ia bahkan mungkin tidak mengajak penonton memahami para
aktris, entah mereka terjun secara sukarela atau terpaksa, mereka tetap saja
manusia, sama seperti saya yang menontonnya. Setidaknya bagi saya, sepotong
cerita mereka, yang barangkali sama kesepiannya seperti Mashiro, menimbulkan
pengertian.
Sweet sad ending?
Saya tidak tahu
bagaimana harus menyebut akhir cerita the Bride for Rip van Winkle. Cerita diakhiri
dengan senyum bahagia dan Mashiro terlupa. Entah bagaimana harus
menggambarkannya, sebab saya bukanlah kritikus ahli. Tapi bukankah kehidupan
kita seharusnya begitu? Tidak peduli seberapa pahit, hidup tetap berlanjut. The
Bride of Rip van Winkle hanyalah sedikit cuilan dari pengalaman, mungkin
pengalaman nyata di Tokyo, yang dihadirkan kembali dalam bentuk cerita.
Orang-orang yang sendirian, berusaha mencari teman atau keluarga, dan bila
perpisahan terjadi masa lalu hubungan emosional menjadi ingatan berharga,
menjaga yang ditinggalkan tetap melangkah menghadapi dunianya.
Ulasan yang menarik
😠sekarang aku mengerti
Tipe film aneh y. Seaneh kehidupan yg penuh misteri... He
Saya udah nonton, menurut sy film aneh, seaneh orang jepang dengan budayanya yg juga aneh...
setelah nonton film yang serba bingung...
tercerahkan di blog ini.
terima kasih
good night to you. hope you sleep really well tonight
Terimakasih telah membantu saya memahami isi film nya